1. Konten yang dioptimasi sesuai ekosistem digital Indonesia
Menurut Andy Zain, salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pelaku industri mobile adalah dari sisi konten itu sendiri. Andy menegaskan bahwa Indonesia adalah pasar yang dioptimasi untuk ekosistem mobile. Dengan demikian, pihak pengembang harus dapat menyesuaikan konten yang dibuatnya sesuai dengan ekosistem yang berkembang di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari data riset We Are Social yang menunjukkan bahwa jumlah pengguna ponsel di Indonesia lebih banyak dari jumlah populasi, yakni mencapai 308 juta atau sekitar 121% dari total populasi. Angka tersebut juga didukung dengan hobi masyarakat Indonesia yang lebih suka mengakses internet melalui ponsel mereka (49%) daripada melalui desktop (47%).
2. Infrastruktur dan spesifikasi perangkat keras alat
Masih bersangkutan dengan poin pertama, pengembangan konten yang akan diluncurkan di pasar Indonesia juga harus mempertimbangkan aspek lainnya seperti infrastuktur jaringan dan kebutuhan perangkat keras alat. Berdasarkan Huawei Global Connectivity Index, kualitas jaringan internet Indonesia hanya menempati peringkat ke 41, dari yang terendah 50, di dunia. Selain itu, alat yang beredar di pasar Indonesia kebanyakan tergolong dalam low end devices, dengan nilai USD 90.
Andy mengatakan, “Sementara ini, dengan kondisi infrastruktur dan perangkat keras yang ada di Indonesia, konten game yang beredar di pasar memerlukan perlakuan spesial. […] Ketika melempar produk ke pasar [Indonesia], produk tersebut kontennya harus sudah teroptimasi. Misalnya, file yang diunduh kurang dari 20 MB. Itu untuk mempermudah penetrasinya kepada pengguna.”
3. Payment gateway yang masih belum matang
Saat ini, menurut Andy, penetrasi kartu kredit di Indonesia juga terbilang sangat rendah, yakni antara 3-4% dari total pemilik rekening bank di Indonesia. Hal ini juga berdampak pada industri mobile game itu sendiri. Dengan kondisi seperti ini, artinya para pelaku industri mobile game Indonesia perlu mencari metode monetisasi yang lebih baik lagi untuk pasar ini.
“Payment infrastructure [Indonesia] kondisinya masih belum matang. […] Market [Indonesia], saat ini masih membutuhkan payment infrastructure yang dapat mendukung ekosistem mobile-nya. Contohnya, pembayaran yang cepat, tidak butuh kartu kredit, dan tidak butuh transfer antar bank,” ujar Andy.
Terlepas dari itu semua, Andy kembali mengingatkan bahwa peluang pasar di Indonesia masih sangat besar. Disebutkan Andy, Indonesia diprediksik bakal masuk ke dalam lima besar ekonomi dunia. Selain itu, penetrasi smartphone dalam tiga tahun mendatang akan mencapai angka lebih dari 100 juta, menjadi negara keempat dengan penetrasi terbesar setelah China, Amerika Serikat dan India.
Andy juga menekankan bahwa ada tiga alasan mengapa Indonesia adalah pasar yang paling menarik bagi konten digital. Pertama, Indonesia berpotensi menjadi pasar ketiga terbesar di Asia dan pasar pengguna Android terbesar keempat di dunia. Kedua, masih banyak ruang berkembang untuk penetrasi smartphone, karena saat ini penetrasi Indonesia masih rendah bila dibandingkan negara Asia Tenggara lain. Terakhir, pengguna Indonesia termasuk yang mudah dan cepat untuk beradaptasi terhadap sebuah produk lifestyle digital baru.
Andy mengatakan, “Developer kita juga masih banyak yang berkiblat ke luar negeri. Padahal konten luar negeri banyak yang tak cocok sama pasar di sini. […] Ini rumah sendiri, harusnya mereka (pelaku industri mobile game) bisa menguasi rumah sendiri dulu. Kalau ada pasar yang dekat, buat apa menunggu orang lain datang (untuk menguasinya)?”
Sebagai informasi, dengan tingkat pertumbuhan mencapai 37,3% telah membuat Indonesia menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan pendapatan tercepat di Asia Tenggara berdasarkan laporan Newzoo. Hal ini juga mulai dilirik pemerintah yang berencana untuk menggelontorkan 30 milliar Rupiah demi mendorong industri game ini.
source: https://dailysocial.id